Menjadi generasi milenial tak bisa terlepaskan dengan dunia digital. Untuk menunjangnya diperlukan perangkat yang bisa menghubungkannya dengan sebuah jaringan bernama internet. Tak mengherankan jika kemudian memiliki gatged bukan lagi menjadi kebutuhan sekunder tapi berubah fungsinya menjadi kebutuhan primer. Dimana jika tak memilikinya akan kesulitan apalagi jika sumber mata pencahariannya
Bicara tentang gatged perangkat yang wajib dibawa adalah telepon seluler atau ponsel. Dulu orang bisa kawatir jika bepergian dompet ketinggalan. Tapi sekarang ponsel lebih dibutuhkan. Itu menandakan peranan ponsel sama bahkan menggeser uang. Karena dengan ponsel orang masih bisa terhubung dengan orang lain ketika meminta bantuan misalnya. Namun ketika dompet dan ponsel ketinggalan berarti sedang apes saja.
Membaca tulisan Mbak Antung di website Kumpulan Emak Blogger (KEB) tentang alasan mengganti ponsel saya jadi teringat sejarah memiliki mantan ponsel- ponsel saya. Dari awalnya model “connecting people” yang bentuknya segeda kaban, ponsel si buah bery-bery dan pada akhirnya beli ponsel (yang menurutku) agak berkelas.
Tak mengherankan jika sebagai awal ponsel yang fiturnya hanya daftar kontak, messenger dan alarm jadi pilihan. Tujuan memiliki ponsel lebih pada kebutuhan komunikasi antar keluarga. Karena dengan jumlah keluarga yang banyak dan sebagian besar berada diluar kota sangat membantu ketika ingin berkomunikasi. Tak perlu repot menulis surat yang waktu kirimnya sudah bisa untuk pulang pergi ke rumah. Untuk keadaan darurat, terutama mengabarkan keadaan bapak yang sedang sakit, ponsel selayaknya jadi dewa penolong. Tinggal menekan tut angka, tersambung dengan saudara dan mereka akan pulang segera. Pun ketika memiliki ponsel si bery KW, karena ikutan teman kost yang lagi ngetrend ponsel dengan MP3 dan tv ponsel. Maklum di kost tv sedang rusak sehingga sebagai hiburan mengandalkan tv ponsel yang dimiliki.
Dengan berkembangnya ponsel munculnya smartphone menawarkan berbagai aplikasi keren yang semakin memudahkan umat manusia. Awalnya saya termasuk yang tak peduli tak ambil pusing untuk segera mengganti stupidphone (ponsel lama) dengan smartphone. Alasan saya karena tujuan utama memiliki ponsel adalah untuk berkomunikasi. Dan ketika tujuan telah tercapai maka cukup ponsel saya melakukannya. Dan untuk berinternet saya lebih mengandalkan dengan laptop. Namun ternyata hobi saya yaitu menulis membutuhkan ponsel yang bisa membuat saya lebih mudah mengakses internet. Dan ketika bergabung dengan berbagai komunitas pengembangan diri, sebagai sarana komunikasi antar anggota menggunakan aplikasi Wa. Apalagi jetika menekuni kepenulisan bukan sebagai hobi lagi tapi profesi. Aneka aplikasi yang mendukung untuk memperlancarkan pekerjaan harus saya install. Dengan berbagai pertimbangan maka aegumen konvensial saya pun tumbang. Karena ponsel sekarang tak sekedar untuk komunikasi, tapi penunjang gaya hidup dan profesi.
Memilih smarphone sesuai impian juga membutuhkan keahlian (effort). Minimal mengetahui aplikasi apa yang nanti dibutuhkan, berapa RAM sebagai penampungnya dan bagi pecinta fotografi bagaimana kualitas fotonya. Untuk itulah kata Mbak Antung sebelum memiliki ponsel baru alangkah baiknya untuk survey baik kualitas ponsel dan tentunyaharga dengan membanding satu prodek ponsel satu dengan yang lainnya. Dan ketika saya telah tahu apa yang saya butuhkan untuk mendapatkannya saya harus menguras cukup tabungan dan menghemat pengeluaran dapur sementara waktu. Tetapi karena memilki ponsel pintar adalah kebutuhan maka saya pun tetap merelakan.
Bisa dibilang smarphone saya sekarang adalah ponsel termahal dalam sejarah kepemilikan ponsel. Karena bagaimanapun ponsel yang terbeli bukan berdasarkan gengsi tapi sebuah properti yang mengutamakan fungsi.
Duluu….bisa sms sama missed call 3 detik an aja, udah happy luarbiasa ya mb.
Sekarang..klo nggak da kuota,mati gaya.
apapun modelnya, yang penting bisa maksimal ya, mbak menggunakannya
Saya juga mengutamakan fungsi mbak, yang penting bisa buat ngeblog… hehehe
kadang kalo lihat hp dengan spesifikasi yang lebih canggih, ada godaan buat ganti hp. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, kalo cuma ngikutin perkembangan teknologi gak akan ada habisnya sih, secara aku paling cuma make kamera sama sosial media aja 😀
Wah mbak anis jos artikel, memang smartphone bukan sekedar gaya hidup, tapi profesi seperti saya malah sangat membutuhkan untuk komunikasi antar client, remote Laptop ketika lupa gk bawa data, kadang dompet malah sering lupa.. karena dengan e-money naik ojek atau taksi bayarnya online juga.. hehe
Memang hp 'pokoknya' bisa buat komunikasi, tapi kenyataanya komunikasi lagi musim dgn danya aplikasi2 sebagai pihak ketiga. Jadi mau gak mau harus update juga hehe
Ponselku selain telepon pintar, aku masih pake hp jadul juga mb. Itu yabg pake pencet-pencet