Novel Surya Mentari dan Rembulan merupakan buku karya penulis biografi kawakan Sili Suli. Bercerita tentang kisah cinta berlatar belakang budaya Toraja dan Jawa yang sangat sayang jika terlewatkan untuk dibaca. Selamat membaca
Dalam forum diskusi di WAG penulis, salah seorang ada yang mengungkapkan ( saya lupa siapa) karya sastra merupakan sebuah karya bahasa sebagai medium kritik social ketika ucapan sudah tidak didengarkan. Awalnya saya tidak paham maksud pernyataan tersebut. Namun kemudian sebuah penjelasan mengatakan , sastra dengan bahasa yang halus mampu mengkritik zaman, penguasa dan menyampaikan gagasan kepada kalayak tanpa menggunakan kekerasan dan diterima semua kalangan.
Bagi saya sebagai penikmat sastra, membaca sastra banyak menfaatnya. Menikmati keindahan bahasa sastra serta mendapatkan banyak inspirasi darinya. Itulah mengapa ketika ada buku sastra yang sedang diperbincangkan atau ada yang menarik perhatian, saya segera ikut membacanya. Seperti kali ini novel Surya, Mentari dan Rembulan Karya Sili Suli saya tamatkan membaca dan menuliskan reviewnya.
baca juga : resensi novel Hati Suhita : antara cinta segitiga dan keikhlasan
Ketika mendapatkan novel setebal 500 halaman lebih ini, banyak tanda tanya dibenak saya. Menerka isinya, mengamati cover sampulnya, siapa penulisnya dan hikmah apa yang akan saya dapatkan nantinya. Meskipun saya bisa mendapatkan bocoran sedikit dari cover belakangnya, nyatanya tak menjawab keinginan untuk membaca seluruh jalan ceritanya.
Sinopsis Novel
Novel Surya, Mentari dan Rembulan merupakan sebuah novel yang mengisahkan Surya seorang pemuda di pelosok Tana Toraja. Sebagai pemuda desa yang memiliki kekasih hati bernama Mentari kehidupan Surya cukup bahagia bersama warga kaum lainnya yang masih memegang teguh adat istiadat kampong.
Namun konflik dimulai sejak datangnya rombongan yang ingin menguasai perdagangan kopi di kampong itu. Rencana jahat beberapa orang tersebut tercium warga terutama oleh tokoh kampong yang bijaksana yang meminta rombongan mengambil buah Tomendoyang. Karena gagal mereka tidak berhasil masuk kampong.
Kegagalan masuk kampong serta digagalkannya upacara Rambu Solo Ma’barata membuat salah seorang dari rombongan marah. Ia menculik salah satu warga kampong yaitu Mataallo yang juga merupakan putra Tominaa dan adik mentari kekasih Surya.
Untuk menyelamatkan Mataallo maka dibentuklah Tim Elang Napo yang bertugas menyelamatkan Mataallo dan membawanya pulang. Ne’ Bua yang merupakan tokoh paling dihormati di kampung menentukan cara pemilihan anggota tim Elang Napo dengan mengadakan sayembara pengambilan buah Tomendoyang. Siapa yang berhasil mendapatkan buah tersebut maka dia ikut menjadi tim. Karena surya yang pertama mengambil buahnya, maka Surya yang menjadi pemimpin Tim Elang Napo.
Ternyata misi menyelamatkan Mataallo tidak sederhana yang dibayangkan. Setelah sampai di tempat awal penculikan, ternyata Mataallo telah di jual ke Pare-Pare. Ketika ke pare- pare Mataallo telah dijual ke Yogyakarta. Atas bantuan Tabib Istu dan Puang Lammai, tokoh masyarakat yang pernah dibantu Ne’ Bua, Surya beserta timnya berangkat ke Yogyakarta.
baca juga : antara cita-cita dan ekspektasi orang tua
Dari Yogyakarta Mataallo juga sudah dijual bahkan awalnya pemiliknya enggan mengembalikan kepada Surya. Ketika Surya sudah putus asa membawa pulang Mataallo, datanglah gadis bangsawan Jawa yang pernah diselamatkan Matallo yaitu Rembulan.
Meskipun ada harga mahal mengembalikan Matallo kepada Surya yaitu Surya harus menggantikan Maatallo menjadi porter ke Nepal untuk menemani Koh Langgeng menabur abu jenazah kakeknya ke kaki gunung Sagarmatha yang merupakan asal leluhurnya.
Review Novel ala aniskhoir
Membaca novel Surya, Mentari dan Rembulan membuat saya banyak belajar tentang budaya Tana Toraja khususnya. Tana Toraja yang hingga kini masih memegang teguh berbagai budaya serta upacara adat. Yang membuat menarik, dari novel ini mematik keinginan saya untuk mengetahui lebih jauh tentang upacara Rambu Solo. Sebuah upacara kematian yang harus mengorbankan banyak kerbau bahkan untuk Rambu Solo Ma’barata manusia yang dikorbankan
Novel yang berlatar tahun 1800an ini seolah pembaca diajak memutar waktu ke masa lalu. Masa dimana Belanda menduduki Indonesia. Dengan 3 setting tempat yang berbeda, Tana Toraja dengan adat istiadat serta pusat perdagangan kopinya, Yogyakarta dengan perkembangan batik dari para bangsawan Jawa serta melalang buana ke atap dunia membuat pembaca tidak merasa bosan. Dengan berbagai budaya, suku dan agama yang berbeda, nyatanya novel ini mampu menampilkan kehidupan harmoni yang saat ini sering diperdebatkan
“Semua agama mempunyai tujuan yang baik kok. Agama boleh diperbandingkan, tetapi tidak perlu dipertentangkan “- Koh Bing (Halaman : 337)
Novel yang menyisipkan cinta segitiga antara Surya, Mentari dan Rembulan juga pengabdian Surya terhadap tanah kelahiran banyak memberikan semangat untuk tetap berusaha bagaimanapun kondisinya. Meskipun dengan segala keterbatasan yang dimiliki bukan berarti berhenti untuk mimpi
“Awalnya saya ragu apakah bisa sampai sini (Kala Patthar). Sekarang saya baru sadar bahwa semua hasil yang besar berawal dari mimpi dan kemauan yang kuat “
Secara keseluruhan, Novel ini cukup menarik bagi saya. Namun, ada beberapa bagian yang membuat saya kurang nyaman. Terutama bagian awal yang berjudul “Berawal dari Hoax”. Untuk novel yang berkisah tentang ratusan tahun lalu, menggunakan kata hoax sebagai judul kurang tepat menurut saya. Tentunya hanya kesalahan memilih kata tanpa mengurangi makna.
Novel pertama yang di tulis Sili Suli ini cukup berhasil menurut saya sebagai karya sastra. Meskipun tidak menggunakan diksi yang indah layaknya karya sastra lainnya namun pesan yang disampaikan cukup mengena. Sili Suli telah mampu melepas predikat tulisannya dari jurnalistik dan biografi menjadi sebuah novel sastra yang menarik.
Menurut saya novel ini cukup menarik untuk dibaca. Jadi bagi yang penasaran, berhasilkan Surya kembali ke Tana Toraja tempat kelahirannya setelah melakukan perjalanan panjang ke Nepal ? Terus kemana cinta Surya dilabuhkan, Mentari atau Rembulan? Baca sendiri ya.. 🙂
Terima kasih reviewnya Mbak Anis. Keren banget. Sukses selalu mbak Anis
Sama2 kak