Dalam bersosialisasi dengan sekitar, tidak jarang anak bertengkar dengan teman. Sekilas terlihat negatif namun bisa kita arahkan untuk membangun karakter anak
Anak Butuh Sosialisasi dengan Lingkungan Terdekatnya
Bersosialisasi bagi anak merupakan suatu kebutuhan. Dimulai dari bersosialisasi di lingkungan terdekatnya yaitu orang tuanya, kemudian keluarga dan kemudian tetangga. Dari tetangga inilah biasanya anak akan memilih untuk bersosialisasi dengan sebayanya. Melalui teman sebayanya ini anak akan bermain sesuai dunianya dan belajar dari tingkah laku orang lain.
Sudah menjadi kebiasaan Wan ketika melihat temannya maka akan mengambil sandal dan ikut bermain di luar. Namun beberapa hari setelah masa penyembuhan karena typus, Wan agak sensitif.
Wan akan mudah sekali menangis dan maunya menang sendiri. Dengan keluarga mungkin dia bisa aman untuk melakukan tingkah manjanya. Namun tak demikian dengan teman lainnya apalagi sebaya yang sifat egosentris juga sama-sama tinggi. Sehingga tak jarang beberapa hari ini Wan bertengkar dengan temannya. Dan ujung-ujungnya Wan akan pulang dengan menangis.
MENANGIS KARENA ANAK BERTENGKAR DENGAN TEMAN
Sebenarnya kasus diatas hanya secuil keseharian anak dengan segala warna-warninya. Hal yang dialami Wan umum juga dialami oleh anak lain.
Faktor penyebab anak bertengkar
Pertengkaran pada anak banyak faktornya. Bisa karena factor intern dalam diri anak yang menyebabkan ia melampiaskannya pada anak lain dan berujung pada pertengkaran. Misalkannya saja karena kurang enak badan, lapar atau factor kelelahan yang dialami anak. Atau bisa juga karena
Faktor eksternal anak
factor eksternal yaitu dari lingkungan sekitarnya yang menyebabkan bertengkar adalah cara anak untuk defensive seperti berebut mainan atau mendapat olokan. Namun apapun faktor tersebut pertengkaran pada anak sebetulnya umum terjadi. Yang terpenting pertengkaran pada tahap yang wajar dan tak menyebabkan bahaya.
Seorang anak itu tanpa dendam
Ada yang unik dalam dunia anak. Meskipun dalam sehari mereka bisa bertengkar beberapa kali namun tak ada dendam diantara mereka. Pertengkaran hanya sebatas menangis sebagai bentuk ekspresi kecewa, keluar air mata. Setelah emosinya meredam mereka akan kembali lagi bermain dan berteman. Namun kadang orang tua tidak menyadarinya. Perasaan dendam dan kesal kadang masih ada pada diri orang tua padahal sang anak telah kembali bermain bersama. Tidak jarang orang tua saling bertengkar disebabkan pertengkaran anak mereka. Disitulah kadang kehadiran anak adalah ujian. Karena anak bisa menjadi pertengkaran orang tua dengan tetangga karena membela anaknya ketika bertengkar.
Terus bagaimana sikap sebagai orang tua ketika anak bertengkar dengan anak lainnya?. Yang harus diingat adalah tahu dulu duduk perkaranya sebelum menghakiminya. Jadi berhubung Wan berusia dua tahun enam bulan dan belum lancar menjelaskan suatu kejadian, maka saya akan menemani ketika bermain dengan anak lainnya. Minimal jika tidak bersamanya bisa mengawasi dari kejauhan. Dari situ saya bisa mengatahui ketika wan bertengkar dengan temannya dan mengetahui duduk perkaranya. Atau jika tidak sedang berada ditempat ketika anak sedang bertengkar, bertengkar dengan orang yang melihat bisa menjadi pilihan. Selain itu mengetahui duduk pertengkaran anak juga bisa menjelaskan kepada orang tua anak lainnya sehingga kesalahpahaman antar orang tua bisa dihindarkan.
MENYELESAIKAN PERTENGKARAN SECARA BIJAKSANA
Selanjutnya yaitu menenangkan anak terhadap permasalahan yang manjadikan mereka bertengkar. Karena Wan masih pada tahap egosentrisnya tinggi, maka jika pertengkaran karena rebutan mainan maka perlu melihat dahulu barang apa yang jadi sumber permasalahan. Jika barang itu adalah milik Wan maka saya akan meminta pada sang anak untuk mengembalikannya. Jika itu bukan barang wan, dan wan menangis maka saya lebih memilih membiarkan Wan menangis. Ketika emosinya sudah mereda akan sounding kalau barang itu bukan miliknya sekaligus untuk mengajari anak tentang konsep kepemilikan.
Menghadapi anak memang perlu ilmu khusus. Tidak hanya anak yang perlu banyak mengenal dunianya tapi sebagai orang tua kita juga harus belajar ilmu parenting lebih banyak lagi
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Setuju Mbak..kita musti lihat duduk perkara dulu…karena banyak emak modelnya asal labrak aja…hadehh!
jangan nakal ya nak… yang bener jadilah anak baik nak….
betul kadang anaknay sudah baikan malah ibunya masih musuhan