Ketika Angka Lebih Berharga Dari Etika

Home » Ketika Angka Lebih Berharga Dari Etika

Sudah menjadi kebiasaaan sebelum memulai pelajaran les saya bercakap- cakap dulu dengan murid. Sambil menunggu teman lainnya datang banyak cerita yang saya dapatkan. Dari sekedar candaan mereka yang menjadi hiburan tersendiri bagi saya. Tentang kegiatan pembelajaran serta hasil ulangan mereka sekaligus sebagai evaluasi saya sebagai guru terhadap pemahaman mereka. Termasuk juga sebagai tempat untuk memahami setiap karakter anak. Kebetulan murid yang saya pegang merupakan kelas 3 di sekolah dasar. Dengan kemampuan serta karakter yang berbeda. Dari mulai kelompok siswa yang mendapatkan juara sampai yang hanya nilainya ulangannya cuma dua. Diantara sekian murid les yang masuk golongan kedua yaitu yang berada dibwah rata- rata nilai di sekolahnya termasuk juga Asma. Asma menjadi perhatian saya bukan karena dia pintar sehingga mudah sekali mennagkap pelajaran yang disampaikan. Justru kebalikannya. Bisa dibilang harus menjelaskan berkali- kali untuk satu materi. Pun demikian dengan menghafal. Asma harus mengulang berkali-lipat untuk bisa sama dengan jumlah hapalan temannya. Begitu pun dengan membaca dia masih mengeja. Yang menjadikan saya bangga terhadap Asma adalah etika yang ia miliki. Dengan sikapnya yang kalem atau malah kata orang klemar- klemer dia anak yang sangat menghormati orang lain termasuk guru dan temannya. Ketika temannya tak bisa mengerjakan tugas dan pada akhirnya harus mencontoh pekerjaan lainnya ia dengan percaya diri akan melakukan pekerjaan sendiri. Dan yang saya suka lagi, dengan keterbatasannya ia belajar lebih keras dari yang lainnya. Jika temannya akan mengerjakan jika disuruh, maka jauh sebelumnya ia telah mengerjakan meskipun banyak yang perlu dibenarkan. Ada rasa sedih ketika mendengar Asma sering mendapatkan hukuman dari gurunya di sekolah. Nilainya yang jelek dan jarang bertanya (sifatnya introvert) yang menjadi alasannya. Saya bisa memahaminya karena guru dituntut oleh KKM (Kriteria Kelulusan Murid) yang artinya murid harus mendapakat nilai standar minimal yang telah ditetapkan. Saya kemuadian berpikir andai etika yang dimiliki Asma yang jadi standart penilaian kelulusan, maka Asma bisa menjadi juaranya. Dan ketika etika lebih berharga dari angka mungkin kerusakan moral generasi sekarang bisa disembuhkan.

3 thoughts on “Ketika Angka Lebih Berharga Dari Etika”

  1. Kasian yaaa mba, etikanya bagus tapi harus "kalah" cuma karena nilainya jelek. Padahal, buat ke depannya, justru etika juga gak kalah penting kan daripada sekedar nilai aja 😀

    Reply

Leave a Comment