Rangkaian Tradisi Pernikahan Di Tuban

Home » Rangkaian Tradisi Pernikahan Di Tuban

Dalam masyarakat jawa, khususnya Tuban mempercayai bulan-bulan baik untuk mengadakana hajatan. Dari mulai bulan Jumadil akhir (madilakhir), Rejeb (Rajab), Ruwah (Safar) dan Besar (Dzulhijah) dipercaya masyarakat sebagai bulan yang baik dalam melaksanakan hajatan pernikahan.

Pernikahan dalam masyarakat umumnya membutuhkan waktu juga biaya yang tidaklah sedikit. Ada prosesi tradisi yang harus dilalui dari proses awal hingga sampai di hari pernikahan.

Bahkan setelah pernikahan masih ada rangkaian tradisi dan acara yang dijalankan baik oleh mempelai maupun keluarga besarnya. Termasuk bagi masyarakat Tuban, dimana tempat saya tinggal ada tahap pernikahan yang biasanya dilaksanakan.

Tahapan Pernikahan di Tuban

Lamaran

Lamaran pun termasuk prosesi yang panjang. Tak berbeda dengan masyarakat lainnya di Tuban pernikahan diawali dengan sebuah lamaran pihak laki- laki ke perempuan.

Di daerah lain lamaran adalah datangnya pihak laki- laki bersama keluarganya dengan membawa berbagai seserahan yang berupa makanan dan perlengkapan si calon istri dari ujung kaki sampai atas kepala.

Di Tuban yang namanya lamaran adalah datangnya laki- laki yang biasanya hanya sendiri atau ditemani satu orang ke rumah calon istri untuk mengungkapkan keinginannya menikahi anak perempuan kepada orang tuanya. Kemudian pihak wali perempuan akan datang ke keluarga laki- laki dengan maksud menanyakan kebenaran lamaran tersebut kepada keluarga laki-laki apa menyetujui jika sang anak laki- laki menikahi anak perempuannya.

Jika telah disepakati, maka akan ditentukan hari nggemblok yaitu semacam membawa makanan berupa nasi, lauk pauk, buah, gula, kopi, dan lainnya dengan jumlah yang banyak (bisa gula 100kg, kopi 10 kg, pisang bertundun-tundun dan masih banyak lagi) ke keluarga inti dan keluarga besar sang calon pengantin laki-laki.

Pada hari yang sama dirumahnya pihak perempuan, juga membagikan gemblong atau jadah ke para tetangga dan keluarganya sebagai bukti bahwa anak perempuannya telah ada yang meminangnya.

Banyaknya gawan atau bawaan saat nggemblok atau ngglembong ini tidak mengherankan jika pihak keluarga calon pengantin perempuan menghabiskan dana puluhan juta rupiah. Untuk mempersiapkan aneka makanan tersebut membutuhkan beberapa hari dan dana yang tidak sedikit.

Dengan datangnya pihak perempuan ke pihak keluarga laki-laki termasuk, di Tuban sering dianggap perempuan melamar duluan.

Hari Pernikahan

Selanjudnya pada hari H pernikahan sebelum pihak laki- laki datang ke rumah pihak perempuan untuk akad nikah, maka ada perwakilan keluarga pihak perempuan menjemput ke rumah pihak laki- laki membawa tonjokan (nasi plus lauk pauknya).

Untuk masalah penjemputan, tergantung di keluarga mana akad nikah dilakukan. Jika di keluarga perempuan maka pihak laki- laki yang dijemput atau sebaliknya. Pada saat datang kekuarga perempuan inilah pihak laki “mengembalikan”apa yang di bawa pihak perempuan ke pihak laki- laki pada waktu “nggemblok”.

Untuk adat pernikahan pada hari H tak berbeda pada pernikahan jawa lainnya dengan prosesi sungkem dan sebagainya.

Setelah Pernikahan

Sepasaran

Setelah satu minggu setelah hari pernikahan dilaksanakan, atau orang jawa menyebut istilah sepasar ada acara laki pada adat perbikahan di Tuban.

Pihak keluarga perempuan kembali membawa makanan dalam jumlah yang banyak ke rumah laki- laki serta ke rumah masing- masing saudara dari keluarga laki- laki (misalkan ke paman, nenek, Bu dhe dsb) yang disebut dengan istilah “kirim”.

Sang pengantin baru yang menyerahkan kiriman tersebut ke sanak familinya dan biasanya makanan tadi diganti sanak familinya berupa gerabah, uang bahkan kadang emas yang diberikan ke pengantin perempuan.

Selain itu pihak keluarga laki- laki maupun perempuan pada sepasara pernikahan juga mengadakan semacam acara tasyakuran yang mengundang tetangga dekat. Biasanya berupa nasi bucu/ tumpengan sebagai ucapan syukur kelancaran acara pernikahan dan harapan pernikahan yang dilakukan dapat sakinah, mawadah wa rahmah.

Selapanan

Rangkaian panjang acara pernikahan baru ditutup ketika selapan yaitu hari ke 36 setelah ahad nikah. Tak jauh beda dengan pada sepasar, pada selapanan keluarga perempuan juga mengirim makanan lagi yang hampir sama ke keluarga serta sanak family yang sama pada acara sepasar.

Tidak semua daerah di Tuban masih memegang adat- istiadat serta tradisi pernikahan seperti diatas. Biasanya yang masih menjalankan tradiisi nggemblok serta kirem adalah yang tinggal di desa dan pasangan pernikahan tersebut berasal dari daerah yang berdekatan.

Yang sudah tidak menjalankan biasanya yang pengantinnya berbeda daerah atau ketidak-adaan dana yang di miliki oleh keluarga untuk tradisi kirem tersebut. Biasanya sebelum melaksanakan pernikahan mereka akan menyepakati nantinya ada tidak nya tradisi ini.

Begitulah, lain lubuk lain ikannya lain daerah lain tradisinya. Tradisi ada karena ada suatu alasan yang terkandung di dalamnya. Seperti tradisi kirem ini adalah bertujuan menyambung silaturrahim tak hanya pada keluarga inti sang mempelai namun juga keluarga besarnya.

Namun biaya yang besar dan juga tenaga tak semua bisa melakukan tahapan pernikahan di Tuban seperti di atas. Kembali lagi pada diri masing- masing untuk melaksanakan tradisi tersebut atau tidak.

13 thoughts on “Rangkaian Tradisi Pernikahan Di Tuban”

  1. Di daerah saya pada umumnya juga masih memegang teguh tradisi adat semacam ini bu anis. Ah jadi pengen merasakan prosesi pernikahan. ahahhaha Mantap.

    Reply
  2. Masyarakat Jawa Timuran emang terkenal gede-gedean kalo mempersiapkan pernikahan ya Mba? Kalo di tempat saya termasuk sederhana..hehe..

    Reply
  3. Wooow, baru tau kalo di Jawa Timur ada tradisi yang cukup panjang begitu plus lumayan juga dananya. Kirain lamaran sama akad + resepsi dah gitu aja. Ternyata panjang juga ya

    Kalo diikuti bisa habis berapa gitu, mb?

    Reply

Leave a Comment