Sudah menjadi kebiasaan kami, saya dan suami untuk menuliskan target yang akan dicapai setiap bulannya. Dan bulan ini saya tuliskan untuk bebersih blog dari sarang laba- laba dan debu yang menghuni. Suami pun mengamini dengan mengisi modem sehingga saya bisa setiap saat datang ke blog dengan membawa kemoceng, ups maksudnya tulisan untuk di posting.
Kadang niat baik godaannya besar untuk mengingkarinya. Ada saja berbagai alasan melanggarnya. Begitulah, saya termasuk yang demikian. Dengan komitmen untuk posting tulisan itu artinya harus rajin- rajin menulis dan mengumpulkan ide. Dan, mencari celah dimana si bocil (bocah cilik) tidur sehingga bisa berpacaran dengan laptop. Kadang udah siap tempur, namun eits “oeekkkk” si kecil nangis minta nenen. Dan tahukan, kata yang telah tersusun di pikiran, ide yang terbayang langsung buyar. Apalagi diamkan si kecil dengan nenen sambil tiduran, si emak malah tidur duluan. Bangun- bangun sudah hilang semua dipikiran.
Begitulah curcol emak ng-ASI. Ketika si kecil menginginkan ASI dunia serasa berhenti. Aktifitas apapun di berhentikan. Yang ada adalah memeluk si kecil dan memberikan haknya. Rizki yang dititipkan Sang pemberi hidup kepada seorang ibu dengan formula yang luar bisa. Lengkap dan sempurna, karena ASI tidak ada duanya. Memang agak rempong bin ribet terutama jika seperti saya yang tak pernah memberikan ASIP pada si kecil. Tidak bisa meninggalkan buah hati terlalu lama adalah konsekuensi yang saya pilih. Tidak terlalu bermasalah, karena aktifitas ibu rumah tangga murni tak menuntut saya untuk berpisah dengan buah hati terlalu lama. Sehingga setiap si kecil ingin nenen bisa ngASI secara langsung.
Bagi saya, suatu penghargaan bagi emak sibuk bekerja yang tetap bisa memberikan ASI bagi buah hatinya. Apalagi yang rela kemana- mana menenteng cooling bag, alat peras dan ASIP tanpa rasa keberatan. Tetap mengutamakan hak anaknya disela kesibukannya. Ada suatu pandangan aneh yang saya temui di desa saya. Menganggap bahwa memberikan susu formula (sufor) memiliki gengsi tersendiri. Dalam artian jika memberikan sufor dilakukan, si orang tua mampu membelikan susu yang harganya mahal. Amat disayangkan. Apalagi jika si ibu merupakan ibu rumah tangga murni, di rumah saja dan seharusnya bisa memberikan ASI kapan pun juga. Mungkin mereka termakan propaganda iklan sufor serta kurang pemahaman manfaat yang tiada tanding ASI bagi bayi.
Untuk itulah belajar bukan lagi kewajiban saat menjadi murid atau mahasiswa. Menjadi ibu pun dituntut dan kudu terus menuntut ilmu sehingga bisa menjadi ibu cerdas. Ibu yang cerdas akan tahu mana yang terbaik untuk buah hatinya. Dengan memberikan ASI merupakan salah satu langkah tepat membantu buah hati tumbuh menjadi generasi yang sehat dan berkualitas.
salut juga kak ama emak sibuk bekerja yang tetap bisa memberikan ASI b
saluut pake banget