Menjadi anak “jalanan” dan tahu dunia luar benar- benar saya rasakan setelah merantau di kota orang. Sebelumnya, saya tergolong anak rumahan. Pagi berangkat ke sekolah, selesai pulang ke rumah. Tak mengherankan jika ditanya tentang seluk beluk kota tahu , saya memilih menggelengkan kepala. Bukannya tak ingin berpetualang, karena agaknya jiwa itu telah ada di darah ini, namun rasa untuk bisa selalu dekat dengan bapak yang sedang sakit, selalu mengalahkan rasa segalanya.
Bukan berarti ibarat seperti binatang yang keluar dari kandang yang saya lakukan setelah merantau, sehingga dapat berbuat “semau gue” kemudian, namun menjelajah daerah setiap sisi mulai saya nikmati. Dari awalnya yang hanya ikut pulang dan menginap ke rumah teman (hitung-hitung ikut makan gratis, maklum anak kos, hehehe..), sampai ke tempat eksotis yang menguras isi dompet dan juga memacu adrenalin.
Rasa penasaran mencoba hal baru dan berpetualang, atau mewujudkan keinginan masa kecil mulai ku lakukan. Salah satunya adalah naik kereta api. Jangan heran, transportasi favorit anak-anak ini memang tak pernah saya gunakan. Paling- paling kalau bepergian jauh kalau tidak menggunakan mobil ya bis.mentok itu-itu saja.
Untuk mewujudkan cita- cita naik kereta api, aku putuskan untuk memilihnya saat pulkam . Meskipun aku harus memutar arah dan tentunya keluar uang lebih banyak dengan naik kereta api. Tak apalah, karena pengalaman memang begitu berharga. Diawali dengan mencari informasi stasiun mana yang kira- kira harus saya datangi dan pemberhentian ketika harus turun. Okey, sepertinya beberapa informasi yang dibutuhkan sudah saya dapatkan, saatnya meluncur…
Saat naik angkot menuju stasiun saya bertemu dengan rombongan ibu- ibu. Basa- basi pun kami lakukan, dan ternyata ni rombongan juga menuju stasiun yang sama. Salah satu ibu pun mengajak bersama- sama menuju stasiun ketika angkot telah sampai dengan memanggilkan satu becak untuk ku. Namun dengan halus saya menolak, karena pikir saya stasiun dekat dari pemberhentian terakhir angkot. Saya memilih untuk berjalan, namun sesampainya di stasiun, jurusan yang saya temui justru kearah Jakarta dan sekitarnya yang jelas- jelas berlawanan arah dengan tujuan saya. What?, jadi saya salah stasiun, stasiun pasar turi sebelumnya saya kira stasiun semut. Hohohoi, maklum belum pengalaman berpergian dan masih minimnya sumber informasi yang saya dapatkan L. Segera setelah saya menyadari, saya keluar dan mencari tukang becak untuk mengantar ke stasiun yang lainnya. Meskipun begitu saya tetap dengan pede dan menawar untuk di antar ke stasiun semut.
Begitu juga ketika sampai di stasiun, saya kebingungan. Ni stasiun kurang professional menurut saya, tak ada penunjuk arah, dimana tempat loket, ruang tunggu kereta dan lainnya. Atau sayanya saja yang tak tahu?, entahlah..Lagi- lagi memang masih belum berpengalaman berpergian ketika itu. Untunglah ketika di dalam kereta saya bertemu dengan orang- orang baik yang dengan ikhlas menjaga saya dan menunjukan pemberhentian kereta yang saya tuju. Lagi- lagi tak ada pemberitahuan telah sampai mana kereta itu dan kapan penumpang harus bersiap- siap untuk turun..
Syukur yang tak terkira ketika akhirnya saya sampai rumah, meski kereta yang saya naiki sebenarnya salah, dan dengan baik hati si pemeriksa karcis tak minta uang karcis yang kurang karena kereta yang saya naiki seharusnya lebih mahal dari yang saya bayar.
Memang, experience is the best teacher. J
salam kenal..
hatyaitrip2012.blogspot.com
salam kenal jg ya,
trima kasih kunjungannya..