Islam mengatur cara hidup manusia dengan sempurna. Semua masalah diselesaikan, dan tak satupun di tinggalkan termasuk memilih pasangan hidup. Sudah selayaknya, sebagai muslim ketika keinginan berumahtangga hadir, kita memilih jalur yang telah di tetapkan syari’at, salah satunya dengan proses ta’aruf. Ada beberapa tahap yang di lakukan dalam ta’aruf, bagi yang berniat segera menggenapkan separuh dien,monggodi baca.
Bagi ta’aruf yang melalui jalur jama’ah biasanya pihak akhwat menyetorkan data dahulu, dan setelah itu ketika si ikhwan yang di rasa pas dengan si akhwat maka di serahkan data padanya untuk di pertimbangkan. Kalau misalnya ikhwan sudah sreg baru, data si ikhwan baru di berikan pada si akhwan, sama halnya dengan ikhwan untuk di pertimbangkan.
Kenapa ikhwan duluan yang di beri data?, pertanyaan semacam itu pernah di lontarkan pada ku. Jawabannya sederhana, karena akhwan hatinya lebih halus, apalagi yang telah punya ekspektasi untuk segera menikah besar sekali, seumpama dia telah sreg ternyata ikhwannya menolak, bisa nangis bombay.
Kalau dari kedua belah pihak telah sepakat untuk melanjudkan, tentunya penyampaianya melalui perantara, maka akan dilanjudkan pada selanjudnya.
Pada tahap selanjudnya, baik ikhwan maupun akhwat akan di pertemukan dalam forum ta’aruf. Tentunya sekali lagi dengan muhrim, atau orang yang di percaya dapat mendampingi kedua belah pihak untuk saling mengenal, mengkorfirmasi kebenaran data dan mempertanyakan hal yang dirasa kurang jelas. Di sini juga, kesempatan untuk nadhor, yaitu melihat calon suami atau istri kita. Dari situ di harapkan muncul ketertarikan hati atau keyakinan hati untuk melanjudkan atau tidak ke proses selanjudnya, tentunya setelah istikhoroh. Bagaimanapun sepanjang kita melakukan ta’aruf sudah selayaknya tak putus-putusnya untuk minta petunjuk dari Allah, apakah calon yang di sodorkan pada kita memang terbaik menurut Allah.
Dari forum ta’aruf ini tak ada yang merasa di dholimi karena ada tenggang waktu untuk memutuskan melanjudkan apa tidak ke tahap selanjudnya, sehingga salah satu pihat tidak akan merasa di gantungkan pada ketidak pastian. Dan, tentunya jika tak melanjudkan proses selanjudanya, maka tak ada juga yang merasa tersakiti karena, biasanya mereka tidak mengenal, jarang ketemu atau meski kenal tapi tak mengenal secara personal.So,beda banget kan dengan pacaran. Dan, Insyallah biasanya orang yang membantu proses kita tak begitu saja lepas tangan apabila suatu saat kita ada masalah dengan proses yang di jalani. Insyallah, mereka-mereka yang membantu telah paham bagaimana seharusnya proses itu dilakukan sehingga tak mendatangkan kemudharatan.
Catatan, terutama buat akhwat yang akan melakukan ta’aruf : jangan terlalu berharap bahwa sekali ta’aruf langsung jadi. Memang ada yang sekali langsung ke pelaminan, tapi juga tak jarang yang berkali-kali dalam kegagalan. Intinya, siapkan mental ketika menghadapi proses yang satu ini. Dan buat para ikhwan khususnya, jangan sampai melakukan ta’aruf ganda. Bagaimanapun, orang pacaran saja tak mau di duakan, apalagi ta’aruf yang niatnya suci untuk pernikahan. Itu artinya, selain menyakiti orang yang kita duakan juga tak percaya pada ketentuanNya tentang jodoh, sehingga kita memilih dan memilah berdasarkan nafsu. Bukan kepasrahan kepada Allah, tentunya setelah ikhtiyar dan do’a.
So, semangat deh, melalui jalur benar dalam mendapatkan pasangan 🙂
Ta'aruf itu tak diajarkan ketika zaman Nabi lho..