Sepertinya lagi “Enter the wind“. Perut mules banget. Pas lagi ikutan acara Munashoroh Palestina perut tidak mau kompromi. What wrong?. Sampai besoknya, perut ini juga belum membaik. Malah rasa mual malah ikut nimbrung. Beberapa kali harus muntah, sampai rasa perut ini sakit akibat apa yang aku makan di paksa keluar lagi. Tapi dari situ aku ingat beberapa bulan yang lalu. Ketika penyakit anak kost ku kumat (mag), gejalanya persis seperti ini. Lebih parah bahkan. Sampai aku harus periksa ke dokter. Waktu ditanya sama dokter bagaimana gejalanya, ya aku bilang kalau mual dan muntah-muntah. Seperti dugaanku dengan temanku yang ngantar, dokter malah bertanya, “Sudah menikah?”. Gubyak…ngerti kan maksudnya, berarti kalau sudah nikah kan positif. Yang pasti waktu itu aku hanya tertawa dengan temanku, karena jangankan hamil di sentuh lawan jenis bukan mahram saja Insyallah tidak. Dan setelah diperiksa, gak salah lagi ini penyakit yang bernama mag. Memang penyakit yang satu ini bisa dikatakan manja banget. Agar jangan sampai ditempelinya, pola makan yang teratur harus di jaga. Tidak banyak pikiran. Dan menikmati hidup. Saya juga heran, perasaan akhir-akhir ini makanku juga teratur. Meski kalau malam jarang makan nasi hanya ngemil makanan yang berat, tapi tetap saja perut ini perut Indonesia. Gak di sebut makan kalau belum makan nasi. Jadinya ya begini, perut terasa panas. Sebuah kata bijak yang pernah aku baca bilang begini. “Saat engkau sakit, tetaplah bersyukur. Bukan bersyukur terhadap rasa sakitnya, tapi penyakit telah merubah pola hidupmu”. Ya, dengan begini aku harus hati-hati lagi menjaga pola makan. Menghidari makanan yang bisa memicu kemarahan perutku, dan tentunya menjaga pikiran.
Artikel Terbaru